Pink eye merupakan
penyakit radang mata menular pada ternak, terutama sapi, kerbau, kambing dan
domba. Pink eye disebut juga penyakit epidemik, karena ditempat yang telah
terinfeksi dapat berjangkit kembali setiap tahunnya. Penyakit ini sering timbul
dengan tiba-tiba terutama pada hewan dalam keadaan lelah. (Blood, dkk, 1983).
Pink eye dapat
menyerang semua jenis ternak dan semua tingkat umur, tetapi hewan muda lebih
peka dibandingkan dengan hewan tua. Penyebab utama pink eye pada sapi adalah
moraxella bovis sedangkan pada domba dan kambing sering dikenal rickettsia
colesiota, namun para ahli masih banyak berbeda pendapat ada yang menyebutkan
penyebabnya bakteri, virus, chlamidia dan juga rickettsia. (Anonymous, 1998).
Etiologi
Pink eye dapat
disebabkan oleh mikroorganisme pathogen, benda asing, trauma dan perubahan
iklim. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya infeksi pink eye yaitu lalat,
debu, kelembaban, musim, kepadatan hewan di dalam kandang serta kualitas
makanan. (Anonymous, 1998).
Infeksi pink eye lebih
banyak berjangkit pada peralihan musim kemarau dibandingkan dengan musim
penghujan. Tetapi pada kasus yang kronis dapat berlangsung sepanjang tahun.
(Made, 1997).
Gejala klinis
Masa inkubasi penyakit
ini biasanya 2-3 hari, kadang-kadang lebih panjang, hewan penderita mengalami
demam, depresi dan penurunan nafsu makan, mata mengalami konjunctivitis,
kreatitis, kekeruhan kornea dan lakrimasi. Pada kasus yang berat dapat
menimbulkan ulserasi kornea dan kebutaan. Pada kornea mata hewan yang sembuh dari
penyakit ini terdapat jaringan parut. (Made, 1997)
Patogenesis
Pada infeksi akut
sekresi mata bersifat purulen, pada bagian bawah mata selalu basah, photopobia
(takut cahaya). Kekeruhan kornea dapat meluas menutupi seluruh permukaan lensa
mata bila diamati terlihat bintik-bintik putih atau keabu-abuan di tengah bola
mata. Apabila membrana nictitan robek, maka bakteri oportunis dapat masuk
kedalamnya dan mengakibatkan terjadinya infeksi pada mata sehingga
mengakibatkan kebutaan. (Anonymous, 1998). Bintik-bintik putih semakin menebal
dan menutupi permukaan kornea, cairan dari mata yang bersifat purulen saling
melekat sehingga bulu mata lengket dan menyebabkan tergangunya penglihatan.
Pada kasus yang kronis cairan mata keluar seperti nanah dan menempel di bawah
permukaan mata sampai ke hidung bahkan mengeras membentuk keropeng. Pada
infeksi ringan atau sub akut terlihat air mata cenderung keluar, kornea keruh
dan sedikit pembengkakan pada jaringan sekitarnya. (Anonymous, 2004).
Diagnosis
Diagnosa pink eye dapat
dilakukan berdasarkan etiologi, epidemiologi dan berdasarkan gejala klinis.
Pemeriksaan berdasarkan gejala klinis pada penderita pink eye akan menunjukan
gejala seperti mata merah, kelopak mata bengkak dan lakrimasi yang meningkat.
Pada kasus yang akut kornea mata keruh dan terjadinya pengapuran pada kornea
mata. (Blood, dkk, 1983).
Pengobatan
Beberapa jenis
antibiotik yang sering digunakan dalam pengobatan pink eye seperti larutan zinc
sulfat 2.5%, salap mata sulfathiazole 5%, bacitrasin salap (R282), atau
kombinasi anti bakterial dengan anestesi lokal (R289) atau serbuk urea-sulfa,
yang digunakan secara lokal. Bisa juga dengan tetracycline,
oxytetracycline/polymyxin B, atau erythromycine salep, yang diberikan 3-4 kali
sehari, atau dengan pemberian larutan perak nitrat 1,5% (8-10 tetes) yang
diberikan dengan interval 2-3 kali per minggu. (Blood dkk., 1983)
Cara yang paling
ekonomis dalam pengobatan Pink eye yaitu dengan furazone powder atau
penyuntikan LA 200 secara intra musculus maupun diteteskan pada mata, tetapi
waktu yang dibutuhkan untuk penyembuhan sangat lama. Adapun Komposisi LA 200
terdiri atas : Gentamycin 100mg/ml : 10 ml, Dexamethasone, 2mg/ml : 10 ml,
Aquadestilata : 10 ml. (Anonymous, 2005)
Pencegahan
Usaha pencegahan dapat
dilakukan dengan mengetahui sumber infeksi dan cara penularannya sehingga dapat
dilakukan usaha pencegahan antara lain :
Memusnahkan hewan
karier yaitu hewan yang dianggap sebagai sumber infeksi segera diisolasi dari
kawanan ternak
Hewan yang terinfeksi
segera dikandangkan (isolasi) pada tempat yang gelap, guna untuk menghindari
kontak dengan hewan yang sehat baik secara langsung atau tidak langsung seperti
dinding kandang, air minum tempat pengembalaan dengan demikian dapat terhindar
dari lalat yang merupakan vektor dari jasad renik tersebut.
Sanitasi yaitu dengan
menjaga kebersihan kandang serta lingkungan yang bersih serta terbebas dari
genangan air.
Mengurangi jumlah hewan
di dalam kandang. Akibat terlalu padat hewan didalam kandang dapat menyebabkan
kontaminasi sesama.
Pemberian makanan yang
cukup mengandung vitamin A atau padang pengembalaan yang baik sehingga dapat
terhindar timbulnya infeksi.